-

-

Selasa, 26 November 2013

Cerpen geografi " Papa Jangan Lagi "



PAPA, JANGAN LAGI !

Pagi hari yang cerah, secerah senyum Mitha pagi itu. Hari ini tidak seperti biasanya , ini  adalah waktunya liburan sekolah dan seperti liburan-liburan sekolah tahun lalunya Mitha harus liburan di villa dekat tempat perusahaan papanya. Suatu villa yang terletak di lereng dengan dikelilingi hutan-hutan yang mulai gundul. “ Kapan sih bisa liburan ketempat lain kayak temen-temen , bosen deh kalau liburan harus kesini terus “ batin Mitha yang sedang duduk termenung di depan teras. Ternyata sang mama menyadari kalau Mitha sedang sedih. Ia pun menghampirinya “ Kenapa sayang ? kok mukanya ditekuk gitu , jadi gak cantik lagi dong anak mama . . . cerita dong sama mama ” kata bu Citra mama Mitha.
Gak apa-apa kok ma , Cuma bosen aja . . setiap liburan pasti kesini, mana tiap tahun cuacanya tambah panas aja disini “ kata Mitha memberitahukan keluh kesahnya.
          Bu Citra pun menyadari hal itu, dan memang benar apa kata Mitha cuaca disini makin panas saja , tapi mau bagaimana lagi kalau tidak dituruti pasti pak Anto akan marah. Pak Anto adalah nama papanya Mitha dia merupakan seorang pengusaha kayu yang terkenal dan kaya , walaupun usahanya itu terbilang ilegal. “ jangan ngomong kayak gitu sayang , papa juga kan ngelakuin itu buat kamu juga sayang . . . sabar ya “ bu Citra berusaha menyakinkan Mitha . “ Tapi ma . . . “ belum selesai kata-kata Mitha tetapi sudah dipotong oleh mamanya “ Sudah . . . kita sarapan dulu yuk , tuh papa udah nungguin” kata bu Citra berusaha menghentikan perdebatan pagi itu. Akhirnya Mitha pun menuruti kata mamanya , dengan lesu dia berjalan keruang makan untuk makan bersama orang tuanya. Selesai makan Mitha tampak sedikit bingung tatkala melihat pak Anto sudah rapi sekali, “ mau kemana pa ? rapi bener ? “ tanya Mitha penasaran. “ Gak kemana-mana kok sayang . . . papa Cuma mau bertemu dengan rekan bisnis papa , yang akan membeli kayu dihutan kita dengan jumlah besar “ kata Pak Anto menjelaskan secara rinci . “ Oh. . . “ jawab Mitha singkat. Bu Citra pun segera melihat tajam ke arah Mitha , karena menjawab dengan kurang sopan tetapi Mitha langsung naik ke atas menuju kamarnya dengan muka suntuk karena kesal dengan papanya yang selalu menyuruhnya untuk berlibur kesana.
        Siang itu, Mitha tidak melakukan aktivitas apapun selain baca novel dan tiduran. Ia kepikiran teman-temanya membayangkan betapa asyiknya liburan mereka. Lamunannya tersadar ketika tiba-tiba membuka pitnu kamarnya, sontak Mitha langsung bertanya “ ada apa, ma ? ngagetin aja “ kata Mitha
“ Gak ada apa-apa kok sayang . . . kamu kok uring-uringan gitu ? “ kata bu Citra . Mitha hanya terdiam. Bu Citra pun menyambung kalimatnya kembali “ ya sudah . . . sayang kamu denger gak suara mesin itu ? “ ,  Mitha pun menjawab “ denger kok ma . . berisik banget malah ma , apaan sih ma ? “ tanyanya dengan penasaran. Dan Bu Citra pun segera menjelaskan tentang suara mesin  yang berisik itu, ternyata suara berisik itu berasal dari suara mesin penebang pohon. Maklum Pak Anto sedang ada bisnis besar dengan rekan kerja barunya . Mitha pun dengan penasarannya segera membuka gorden kamarnya dan terlihatlah banyak sekali pegawai yang sedang menebang kayu di sekitar villanya yang berada di lereng. “ Lumayan tontonan sesaat “ batin Mitha .
          Waktu terus berlalu, hari ke hari dan mulai minggu kedua Mitha berada disana , ia pun sudah mulai menerima semuanya bahkan ia mulai bersahabat dengan suara-suara berisik mesin penebang kayu itu . Sudah beberapa hari hujan sering mengguyur daerah itu, sehingga membuat Mitha malas untuk keluar rumah karena jalanan jadi becek . Aktivitas penebangan hutan pun sedkit berkurang karena terhambat cuaca beberapa hari ini. Pak Anto pun mulai uring-uringan karena kayu belum terkumpul sedangkan kayu tersebut sudah harus dikirimkan kepada rekan kerja barunya. Hari itu keluarga pak Anto menghabiskan waktu seharian hanya dirumah saja.
          Malam itu hujan masih saja terus mengguyur villa tempat mereka tinggal, bahkan semkin deras.
Mitha pun jadi takut karena angin diluar sangat kencang , mereka pun berkumpul di ruang keluarga. Beberapa menit kemudian lampu di villa itu padam , tak alam berselang terdengarlah suara gemuruh dari lereng atas . Suara gemuruh itu semakin keras terdengar dan terdengar semakin dekat. Hingga akhinya ‘ GUBRRAAAAKKKDRAKDARKDUM ‘ tanah di atas tebing longsor menimpa villa . Dan yang terdengar hanyalah suara teriakan belaka, longsor itu menyisakan bangunan yang rata. Para penduduk berhamburan berlari keluar rumah segera memberikan pertolongan. Karena keadaan malam itu masih hujan sehingga warga kesulitan menumakan keluarga Pak Anto , tapi untungnya keluarga Pak Anto ditemukan dalam keadaan selamat walau tertimpa reruntuhan.
          Keluarga Pak Anto segera dilarikan kerumah skait terdekat karena mengalami luka yang cukup parah , bahkan Mitha sepertinya mengalami patah tangan pada bagian sebelah kirinya, bu citra luka parah pada bagian kakinya dan mengalami retak sedangkan pak Anto juga mengalami retak pada kakinya. Setelah beberapa lama dirawat dirumah sakit, akhirnya mereka di izinkan untuk pulang. Mitha selalu menangis , “ Papa , mama kenapa semuanya jadi begini pa ? kenapa ? jelasin pa ? Mitha gak mau tangan Mitha kayak ini . . .” ratap Mitha sambil menangis. Butir-butir kristal pun mengalir menyesali perbuatannya yang menebang hutan sembarangan bahkan ilegal “ Papa minta maaf sayang . . maafin papa , gara-gara papa masa depan kamu suram sayang . . papa minta maaf “ ujar pak Anto menyesalli perbuatannya . Mitha terdiam sejenak , “ sudahlah pa, semua sudah terjadi . . PAPA JANGAN LAGI “ kata Mitha seraya berpelukan dengan kedua orangtuanya.

Created by Diatri Lestari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar