PAPA,
JANGAN LAGI !
Pagi hari yang cerah, secerah senyum Mitha pagi itu. Hari
ini tidak seperti biasanya , ini adalah
waktunya liburan sekolah dan seperti liburan-liburan sekolah tahun lalunya
Mitha harus liburan di villa dekat tempat perusahaan papanya. Suatu villa yang
terletak di lereng dengan dikelilingi hutan-hutan yang mulai gundul. “ Kapan
sih bisa liburan ketempat lain kayak temen-temen , bosen deh kalau liburan
harus kesini terus “ batin Mitha yang sedang duduk termenung di depan teras.
Ternyata sang mama menyadari kalau Mitha sedang sedih. Ia pun menghampirinya “
Kenapa sayang ? kok mukanya ditekuk gitu , jadi gak cantik lagi dong anak mama
. . . cerita dong sama mama ” kata bu Citra mama Mitha.
Gak
apa-apa kok ma , Cuma bosen aja . . setiap liburan pasti kesini, mana tiap
tahun cuacanya tambah panas aja disini “ kata Mitha memberitahukan keluh
kesahnya.
Bu Citra pun menyadari hal itu, dan
memang benar apa kata Mitha cuaca disini makin panas saja , tapi mau bagaimana
lagi kalau tidak dituruti pasti pak Anto akan marah. Pak Anto adalah nama
papanya Mitha dia merupakan seorang pengusaha kayu yang terkenal dan kaya ,
walaupun usahanya itu terbilang ilegal. “ jangan ngomong kayak gitu sayang ,
papa juga kan ngelakuin itu buat kamu juga sayang . . . sabar ya “ bu Citra
berusaha menyakinkan Mitha . “ Tapi ma . . . “ belum selesai kata-kata Mitha
tetapi sudah dipotong oleh mamanya “ Sudah . . . kita sarapan dulu yuk , tuh
papa udah nungguin” kata bu Citra berusaha menghentikan perdebatan pagi itu.
Akhirnya Mitha pun menuruti kata mamanya , dengan lesu dia berjalan keruang
makan untuk makan bersama orang tuanya. Selesai makan Mitha tampak sedikit
bingung tatkala melihat pak Anto sudah rapi sekali, “ mau kemana pa ? rapi
bener ? “ tanya Mitha penasaran. “ Gak kemana-mana kok sayang . . . papa Cuma
mau bertemu dengan rekan bisnis papa , yang akan membeli kayu dihutan kita
dengan jumlah besar “ kata Pak Anto menjelaskan secara rinci . “ Oh. . . “
jawab Mitha singkat. Bu Citra pun segera melihat tajam ke arah Mitha , karena
menjawab dengan kurang sopan tetapi Mitha langsung naik ke atas menuju kamarnya
dengan muka suntuk karena kesal dengan papanya yang selalu menyuruhnya untuk
berlibur kesana.
Siang itu,
Mitha tidak melakukan aktivitas apapun selain baca novel dan tiduran. Ia
kepikiran teman-temanya membayangkan betapa asyiknya liburan mereka. Lamunannya
tersadar ketika tiba-tiba membuka pitnu kamarnya, sontak Mitha langsung
bertanya “ ada apa, ma ? ngagetin aja “ kata Mitha
“ Gak ada apa-apa kok
sayang . . . kamu kok uring-uringan gitu ? “ kata bu Citra . Mitha hanya
terdiam. Bu Citra pun menyambung kalimatnya kembali “ ya sudah . . . sayang
kamu denger gak suara mesin itu ? “ ,
Mitha pun menjawab “ denger kok ma . . berisik banget malah ma , apaan
sih ma ? “ tanyanya dengan penasaran. Dan Bu Citra pun segera menjelaskan
tentang suara mesin yang berisik itu,
ternyata suara berisik itu berasal dari suara mesin penebang pohon. Maklum Pak
Anto sedang ada bisnis besar dengan rekan kerja barunya . Mitha pun dengan penasarannya
segera membuka gorden kamarnya dan terlihatlah banyak sekali pegawai yang
sedang menebang kayu di sekitar villanya yang berada di lereng. “ Lumayan
tontonan sesaat “ batin Mitha .
Waktu terus berlalu, hari ke hari dan
mulai minggu kedua Mitha berada disana , ia pun sudah mulai menerima semuanya
bahkan ia mulai bersahabat dengan suara-suara berisik mesin penebang kayu itu .
Sudah beberapa hari hujan sering mengguyur daerah itu, sehingga membuat Mitha
malas untuk keluar rumah karena jalanan jadi becek . Aktivitas penebangan hutan
pun sedkit berkurang karena terhambat cuaca beberapa hari ini. Pak Anto pun
mulai uring-uringan karena kayu belum terkumpul sedangkan kayu tersebut sudah
harus dikirimkan kepada rekan kerja barunya. Hari itu keluarga pak Anto
menghabiskan waktu seharian hanya dirumah saja.
Malam itu hujan masih saja terus
mengguyur villa tempat mereka tinggal, bahkan semkin deras.
Mitha pun jadi takut
karena angin diluar sangat kencang , mereka pun berkumpul di ruang keluarga.
Beberapa menit kemudian lampu di villa itu padam , tak alam berselang
terdengarlah suara gemuruh dari lereng atas . Suara gemuruh itu semakin keras
terdengar dan terdengar semakin dekat. Hingga akhinya ‘ GUBRRAAAAKKKDRAKDARKDUM
‘ tanah di atas tebing longsor menimpa villa . Dan yang terdengar hanyalah
suara teriakan belaka, longsor itu menyisakan bangunan yang rata. Para penduduk
berhamburan berlari keluar rumah segera memberikan pertolongan. Karena keadaan
malam itu masih hujan sehingga warga kesulitan menumakan keluarga Pak Anto ,
tapi untungnya keluarga Pak Anto ditemukan dalam keadaan selamat walau tertimpa
reruntuhan.
Keluarga Pak Anto segera dilarikan
kerumah skait terdekat karena mengalami luka yang cukup parah , bahkan Mitha
sepertinya mengalami patah tangan pada bagian sebelah kirinya, bu citra luka
parah pada bagian kakinya dan mengalami retak sedangkan pak Anto juga mengalami
retak pada kakinya. Setelah beberapa lama dirawat dirumah sakit, akhirnya
mereka di izinkan untuk pulang. Mitha selalu menangis , “ Papa , mama kenapa
semuanya jadi begini pa ? kenapa ? jelasin pa ? Mitha gak mau tangan Mitha
kayak ini . . .” ratap Mitha sambil menangis. Butir-butir kristal pun mengalir
menyesali perbuatannya yang menebang hutan sembarangan bahkan ilegal “ Papa
minta maaf sayang . . maafin papa , gara-gara papa masa depan kamu suram sayang
. . papa minta maaf “ ujar pak Anto menyesalli perbuatannya . Mitha terdiam
sejenak , “ sudahlah pa, semua sudah terjadi . . PAPA JANGAN LAGI “ kata Mitha
seraya berpelukan dengan kedua orangtuanya.
Created by Diatri
Lestari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar